Salam sukses Andi' Arham

selamat datang para kaum intelektual muda keperawatan, salam sukses slalu!!! semoga askep-askep saya ini dapat membantu kawan-kawan dalam penyelesaian tugas, makalah dan sebagainya, jangan lupa komentar dan sarannya, karna 2 hal tersebut adalah suatu penghargaaa yang sangat besar bagi saya. .. selengkapnya tentang saya [KLIK DISINI]

Selasa, 20 Desember 2011

LUPUS

BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Penyakit lupus adalah penyakit sistem daya tahan, atau penyakit auto imun, artinya tubuh pasien lupus membentuk antibodi yang salah arah, merusak organ tubuh sendiri, seperti ginjal, hati, sendi, sel darah merah, leukosit, atau trombosit. Antibodi seharusnya ditujukan untuk melawan bakteri ataupun virus yang masuk ke dalam tubuh.
Lupus adalah penyakit yang disebabkan sistem imun menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. sistem imun yang terbentuk berlebihan. kelainan ini dikenal dengan autoimunitas. pada kasus satu penyakit ini bisa membuat kulit seperti ruam merah yang rasanya terbakar (lupus DLE). pada kasus lain ketika sistem imun yang berlebihan itu menyerang persendian dapat menyebabkan kelumpuhan (lupus SLE).
SLE (Sistemics lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoimun dalam tubuh.
B. Etiologi
Sehingga kini faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon wanita saat ini masih dalam kajian.
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).
Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.
Pengaruh kehamilan terhadap SLE
Eksaserbasi terjadi karena hormone estrogen meningkat selama kehamilan. Jika terjadi SLE, maka eksaserbasi meningkat 50-60%. Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II eksaserbasi 15%, postpartum 20%.
Pengaruh SLE terhadap kehamilan
Prognosis b’dasarkan remisi sebelum hamil, jika > 6 bulan eksaserbasi 25% dengan prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi 50% dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali, PE/E, kelahiran prematur, lupus neonatal.
C. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoimun diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.
Patoflow
D. Manifestasi Klinis
1. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
E. Evaluasi Diagnostik
Pemeriksaan untuk menentukan adanya penyakit ini bervariasi, diantaranya:
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
b) Ruam kulit atau lesi yang khas.
c) Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.
d) Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya gesekan pleura atau jantung.
e) Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein lebih dari 0,5 mg/hari atau +++.
f) Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis sel darah.
g) Biopsi ginjal.
h) Pemeriksaan saraf.
F. Penatalaksanaan Medis
a) Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum) (metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off).
b) AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
c) Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
d) Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3 minggu.
Penanganan Obstetri
a) ANC (Pantau aktivitas janin dgn bag. IPD, kul-kel dan neuro; waspadai PJT & insufisiensi plasenta dengan pertambahan TFU, BB ibu, USG serial tiap 2 minggu; monitoring terhadap PE/superimposed; pemeriksaan laboratorium darah lengkap, urinalisis, aLA, ACA, Anti DNA antibody, Anti Ro SSA & Anti Ro SSB, fungsi ginjal & komplemen).
b) Intrapartum (tergantung indikasi obstetric, untuk cegah eksaserbasi beri metilprednisolon IV sampai 48 jam pasca partus).
c) Postpartum (Semua obat SLE melewati ASI, tingkat Keamanan pada ibu yang menyusui : kortikosteroid, anti malaria, aspirin, azatio, siklofosfamid).
Kontrasepsi,
untuk hormonal pilihan progresit IUD dapat meningkatkan infeksi, kontap jika cukup anak, jika ada kelainan ginjal berat jangan hamil, untuk hamil selanjutnya tunggu remisi paling sedikit 6 bulan.
Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5. Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa I
1. Resti kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
Intervensi:
a. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.
R/: Menentukan garis dasar di man perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.
b. Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.
R/: mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi.
c. Gunting kuku secara teratur.
R/: kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
d. Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif, mis, duoderm, sesuai petunjuk.
R/: dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.
e. Kolaborasi
gunakan/berikan obat-obatan topical sesuai indikasi
R/: digunakan pada perawatan lesi kulit.
Diagnosa II
2. Nyeri berhubungan dengan implamasi / kerusakan jaringan.
Intervensi:
a. Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka.
R/: suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.
b. Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat.
R/: pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil..
c. Kaji keluhan nyeri. Perhatikan lokasi/karakter dan intensitas (skala 0-10).
R/: nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan/kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridemen.
d. Lakukan penggantian balutan dan debridemen setelah pasien di beri obat dan/atau pada hidroterapi.
R/: menurunkan terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian balutan dan debridemen.
e. Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri.
R/: pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.
f. Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif, napas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.
R/: memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa control, yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
g. Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.
R/: membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.
h. Kolaborasi:
Berikan analgesic (narkotik dan non-narkotik) sesuai indikasi.
R/: membantu mengurangi nyeri.
Diagnosa III
3. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan pada penampilan fisik.
Intervensi:
a. Tentukan persepsi pasien tentang situasi.
R/: isolasi sebagian dapat mempengaruhi diri saat pasien takut penolakan/reaksi orang lain.
b. Berikan waktu untuk berbicara dengan pasien selama dan di antara aktivitas perawatan.
R/: pasien mungkin akan mengalami isolasi fisik.
c. Batasi/hindari penggunaan masker, baju dan sarung tangan jika memungkinkan, mis, jika berbicara dengan pasien.
R/: mengurangi perasaan pasien akan isolasi fisik dan menciptakan hubungan social yang positif, yang dapat meningkatkan rasa percaya diri.
d. Dorong adanya hubungan yang aktif dengan orang terdekat.
R/: membantu memantapkan partisipasi pada hubungan social, dapat mengurangi kemungkinan upaya bunuh diri.
e. Berikan tempat pada komunitas perlindungan jika di perlukan.
R/: mungkin memerlukan perawatan yang lebih khusus jika tidak mampu mempertahankannya di rumah atau ketika orang terdekat tidak mampu menangani perawatannya.
Diagnosa IV
4. Perubahan nutrisi berhubungan dengan mual/ muntah.
Intervensi:
a. Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan.
R/: lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
b. Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.
R/: Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
c. Jadwalkan obat-obatan di antara makan (jika memungkinkan) dan batasi pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.
R/: lambung yang penuh akan akan mengurangi napsu makan dan pemasukan makanan.
d. Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.
R/: dapat meningkatkan napsu makan dan perasaan sehat.
e. Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu makan.
R/: mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi untuk aktivitas makan.
f. Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.
R/: mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko aspirasi.
g. Catat pemasukan kalori
R/: mengidentifikasi kebutuhan terhadap suplemen atau alternative metode pemberian makanan.
h. Kolaborasi
Konsultasikan dengan tim pendukung ahli diet/gizi.
R/: Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan individu dengan rute yang tepat.
Diagnosa V
5. Kelelahan berhubungan dengan efek samping obat- obatan.
Intervensi;
a. kaji pola tidur dan catat perubahan dalam proses berpikir/perilaku.
R/: berbagi factor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, tekanan emosi dan efek samping obat-obatan.
b. dorong pasien untuk melakukan apapun yang mungkin, mis perawatan diri, duduk di kursi, berjalan, pergi makan siang. Meningkatkan tingkat aktivitas sesuai petunjuk.
R/: memungkinkan penghematan energi, peningkatan stamina dan mengijinkan pasien untuk lebih aktif tanpa menyebabkan kepenatan dan rasa frustasi.
c. pantau respons psikologis terhadap aktivitas, mis perubahan TD, frekuensi pernafasan atau jantung.
R/: toleransi bervariasi tergantung pada status proses penyakit, status nutrisi, keseimbangan cairan dan jumlah/tipe [enyakit di mana pasien menjadi subjeknya.
d. dorong masukan nutrisi
R/: pemasukan/penggunaan nutrisi adekuat sangat penting bagi kebutuhan energi untuk aktivitas.
e. Kolaborasi
Rujuk pada terapi fisik/okupasi
R/: latihan setiap hari terprogram dan aktivitas yang membantu pasien mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan tonus otot, meningkatkan rasa sejahtera
.
Diagnosa VI
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
Intervensi
a. Tinjau ulang proses penyakit dan apa yang menjadi harapan di masa depan.
R/: Memberikan pengetahuan dasar di mana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
b. Tinjau ulang cara penularan penyakit.
R/: mengoreksi mitos dan kesalahan konsepsi, meningkatkan , mendukung keamanan bagi pasien/orang lain.
c. Dorong aktivitas/latihan pada tingkat yang dapat di toleransi pasien.
R/: merangsang pelepasan endorphin pada otak, meningkatkan rasa sejahtera.
d. Tekankan perlunya melanjutkan perawatan kesehatan dan evaluasi
R/: memberi kesempatan untuk mengubah aturan untuk memenuhi kebutuhan perubahan/individu.
e. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis, rumah sakit/pusat perawatan tempat tinggal.
R/: memudahkan pemindahkan dari lingkungan perawatan akut; mendukung pemulihan dan kemandirian.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
http://www.supari.com
Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.

Senin, 19 Desember 2011

DEMAM TYPOID

TYPHOID

A. Pengertian

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis. (Syaifullah Noer, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).


B. Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.


C. Patofisiologi

Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan / kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dimakan oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.

D. Tanda dan Gejala

Masa tunas typhoid 10 - 14 hari
  1. Minggu I
    Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare, perasaan tidak enak di perut.
  2. Minggu II
    Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran.

E. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium :
  1. Uji Widal
    Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
    • Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
    • Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
    • Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman).
      Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
  2. Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
    SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.

F. Penatalaksanaan

  1. Perawatan
    • Pasien diistirahatkan 7 hari sampai demam turun atau 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan usus.
    • Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi perdarahan.
  2. Diet
    • Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.
    • Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
    • Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
    • Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
  3. Pengobatan
    1. Klorampenikol
    2. Tiampenikol
    3. Kotrimoxazol
    4. Amoxilin dan ampicillin



ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TYPHOID

A. Pengkajian
  1. Riwayat Kesehatan Sekarang
    Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
  2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
    Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan penyakit yang sama.
  3. Riwayat Kesehatan Keluarga
    Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien.
  4. Riwayat Psikososial
    Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas / sedih)
    Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
  5. Pola Fungsi kesehatan
    Pola nutrisi dan metabolisme :
  6. Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada usus halus.
    Pola istirahat dan tidur
  7. Selama sakit pasien merasa tidak dapat istirahat karena pasien merasakan sakit pada perutnya, mual, muntah, kadang diare.
  8. Pemeriksaan Fisik
    • Kesadaran dan keadaan umum pasien
      Kesadaran pasien perlu di kaji dari sadar - tidak sadar (composmentis - coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
    • Tanda - tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala - kaki
      TD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umum pasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB untuk mengetahui adanya penurunan BB karena peningakatan gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan.

B. Masalah Keperawatan yang Muncul
  1. Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
  2. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
  3. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi.

C. Intervensi

Diagnosa Keperwatan 1. :
Peningkatan suhu tubuh b.d proses infeksi salmonella thypi.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
  • Observasi suhu tubuh klien
    Rasional : mengetahui perubahan suhu tubuh.
  • Beri kompres dengan air hangat (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas
    Rasional : melancarkan aliran darah dalam pembuluh darah.
  • Anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun
    Rasional : menjaga kebersihan badan
  • Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti piretik
    Rasional : menurunkan panas dengan obat.

Diagnosa Keperawatan 2. :
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
Tujuan : Nutrisi kebutuhan tubuh terpenuhi
Intervensi :
  • Kaji pola nutrisi klien
    Rasional : mengetahui pola makan, kebiasaan makan, keteraturan waktu makan.
  • Kaji makan yang di sukai dan tidak disukai
    Rasional : meningkatkan status makanan yang disukai dan menghindari pemberian makan yang tidak disukai.
  • Anjurkan tirah baring / pembatasan aktivitas selama fase akut
    Rasional : penghematan tenaga, mengurangi kerja tubuh.
  • Timbang berat badan tiap hari
    Rasional : mengetahui adanya penurunan atau kenaikan berat badan.
  • Anjurkan klien makan sedikit tapi sering
    Rasional : mengurangi kerja usus, menghindari kebosanan makan.
  • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet
    Rasional : mengetahui makanan apa saja yang dianjurkan dan makanan yang tidak boleh dikonsumsi.

Diagnosa Keperawatan 3. :
Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan : Pengetahuan keluarga meningkat
Intervensi :
  • Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan pasien tentang penyakitnya
    Rasional : mengetahui apa yang diketahui pasien tentang penyakitnya.
  • Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan pasien
    Rasional : supaya pasien tahu tata laksana penyakit, perawatan dan pencegahan penyakit typhoid.
  • Beri kesempatan pasien dan keluaga pasien untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti
    Rasional : mengetahui sejauh mana pengetahuan pasien dan keluarga pasien setelah di beri penjelasan tantang penyakitnya.
  • Beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat
    Rasional : memberikan rasa percaya diri pasien dalam kesembuhan sakitnya.

DIABETES MELITUS

Pengertian
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).


Klasifikasi

Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
  1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
  2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
  3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
  4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

Etiologi

  1. Diabetes tipe I :
    • Faktor genetik
      Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
    • Faktor-faktor imunologi
      Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
    • Faktor lingkungan
      Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
  2. Diabetes Tipe II
    Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
    Faktor-faktor resiko :
    • Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
    • Obesitas
    • Riwayat keluarga

Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10.Neuropati viseral
11.Amiotropi
12.Ulkus Neurotropik
13.Penyakit ginjal
14.Penyakit pembuluh darah perifer
15.Penyakit koroner
16.Penyakit pembuluh darah otak
17.Hipertensi

Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.


Pemeriksaan Penunjang

  1. Glukosa darah sewaktu
  2. Kadar glukosa darah puasa
  3. Tes toleransi glukosa
    Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Kadar glukosa darah sewaktu
  • Plasma vena :
    • <100>
    • 100 - 200 = belum pasti DM
    • >200 = DM
  • Darah kapiler :
    • <80>
    • 80 - 100 = belum pasti DM
    • > 200 = DM
Kadar glukosa darah puasa
  • Plasma vena :
    • <110>
    • 110 - 120 = belum pasti DM
    • > 120 = DM
  • Darah kapiler :
    • <90>
    • 90 - 110 = belum pasti DM
    • > 110 = DM

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
  1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
  2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
  3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl).

Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
  1. Diet
  2. Latihan
  3. Pemantauan
  4. Terapi (jika diperlukan)
  5. Pendidikan

50 fakta yang terabaikan

Banyak fakta-fakta menarik di kehidupan kita yang tidak kita sadari, beberapa di antaranya sangat unik bahkan tidak jarang mencengangkan kita. Berikut ini adalah fakta-fakta menarik dan unik mengenai bumi, manusia dan lingkungan sekitar kita. Saya mengutipnya dari beberapa sumber seperti majalah, buku, televisi dan internet. Selamat menikmati!
1. Kuku tangan manusia tumbuh lebih cepat daripada kuku kaki
2. Isi otak manusia 80% air
3. Dari satu kepompong ulat terdapat 300 sampai 400 meter benang sutra
4. Ketika tidur, lumba-lumba membuka satu matanya
5. Gorila tidur sekitar 14 jam per harinya
6. Hasil survey di AS, tiap tahun hampir semua anak menghabiskan uang setengah milyar dolar untuk membeli permen karet
7. Semut tak pernah tidur
8. Kucing bisa mengeluarkan lebih dari 100 macam suara
9. Jerapah tidak pernah tidur lebih dari 20 menit dalam sehari
10. Kuda dapat buang air sampai 14 kali sehari
11. Pada abad ke 13, strawbery digunakan sebagai obat di Roma
12. Tulang rahang adalah tulang yang paling keras di tubuh manusia
13. Jeruk lemon mengandung gula lebih banyak daripada strawberi

14. Ada sekitar satu juta macam bakteri di dalam satu liter air
15. Seekor sapi perah bisa menghasikkan 36 liter susu setiap hari. Cukup untuk diminum oleh 100 orang
16. Panjang lidah jerapah adalah 53,5cm sehingga mereka bisa membersihkan telinganya dengan menggunakan lidahnya
17. Strawberi adalah satu-satunya buah yang bijinya diluar
18. Suara kotekan ayam berbeda tergantung siapa musuhnya
19. Setiap hari, harimau dapat menghabiskan 30kg daging
20. Bayi tupai yang baru lahir ukuranya hanya sebesar lebah
21. Setiap orang memiliki guratan lidah yang berbeda-beda, sama halnya seperti sidik jari
22. Dari sekian banyak kuman yang ada di mulut kita, separuhnya hidup di permukaan lidah
23. Ada sekitar 300 macam kuman yang suka menggerogoti gigi kita
24. Setiap orang memproduksi ludah hampir 1 liter setiap harinya
25. Saat tersenyum, akan ada 17 otot yang bergerak di wajah kita. Sedangkan saat cemberut ada 42 otot yang bergerak
26. Mata burung onta lebih besar dari pada otaknya
27. Ukuran bola mata kita tidak berubah sejak dilahirkan
28. Selain bulunya, kulit harimau juga belang
29. Kita memiliki 300 tulang ketika bayi, setelah dewasa hanya tinggal 206 saja. Ada sebagian tulan yang bergabung menjadi satu
30. Ada lebih dari 100 jenis cabai yang hanya tumbuh di Meksiko
31. Ketika bersin, mata kita pasti terpejam
32. Semua beruang kutub kidal

33. Penguin kuat menahan nafas selama 20 menit di dalam air
34. pada setiap iklan jam, jarumnya selalu menunjukkan pukul 10.10, karena selain untuk memperlihatkan merk jam, jarum jamnya juga memberi kesan senyuman
35. Kaki depan kucing punya 5 jari, sedangkan kaki belakangnya 4 jari
36. Pohon bambu adalah pohon yang paling cepat pertumbuhannya, setiap harinya mampu tumbuh 91,5cm
37. Kutu bisa melompat sampai setinggi 350 kali panjang badanya
38. Makan pisang di malam hari membuat kita cepat tidur
39. Kita tidak mungkin bisa menjilat siku
40. Dahulu kala, kucing adalah binatang favorit di Mesir. Jika kucing peliharaannya mati, pemiliknya akan mencukur alisnya sebagai tanda duka cita
41. Roti adalah makanan lambang selamat datang di Rusia
42. Rusa salju suka makan lumut untuk menjaga agar tubuhnya tidak beku
43. Pada tahun 200, orang Roma menggunakan campuran serbuk tulang, kulit telur, kulit tiram dan madu untuk membersihkan gigi
44. Cabe membuat makanan lebih awet
45. Merkurius mengelilingi matahari dengan kecepatan 172000km/jam
46. Kecepatan rotasi planet Jupiter hanya 1 jam 55 menit

47. Venus adalah planet satu-satunya di sistem tata surya yang arah putar rotasinya searah jarum jam
48. Saturnus dapat mengapung di air karena sebagian besar isinya gas helium, sama dengan gas untuk mengisi balon
49. Hutan seluas lapangan bola dapat menyerap CO2 dari mobil yang berjalan sejauh 41843km
50. Mengurangi suhu udara sekitar 5 - 8 derajat Celsius sama dengan kemampuan 5 buah pendingin udara (AC) yang dinyalakan 20 jam terus menerus

Minggu, 18 Desember 2011

ISK (INFEKSI SALURAN KEMIH)


A. Defenisi
ISK (infeksi saluran kemih) adalah infeksi yang terjadi disepanjang saluran kemih termasuk ginjal akibat proliferasi mikroorganisme. Sebagian ISK disebabkan oleh bakteri tetapi jamur dan virus dapat menjadi penyebabnya. Infeksi bakteri tersering disebabkan oleh eserchia coli suatu organisme yang sering ditemukan di daerah anus.
            ISK sering terjadi pada wanita salah satu penyebabnya adalah uretra wanita yang terlalu pendek sehingga  bakteri lebih mudah memperoleh akses ke kandung kemih. Factor lain yang berperan adalah kecenderungan menahan urin serta iritasi kulit lubang uretra pada waktu wanita berhubungan kelamin. Faktor protektif yang melawan infeksi saluran kemih adalah pembentukan selaput mucus yang dependen estrogen dikandung kemih, mucus ini mempunyai fungsi sebagai anti mikroba .
            Pada dasarnya proteksi terhadap ISK terbentuk oleh sifat alami urin yang asam dan berfungsi sebagai bahan anti bakteri. ISK terjadi pada laki-laki, terjadi pada usia lanjut dan penyebab tersering adalah prostatitis atau hiperplasia prostat.

B. Jenis ISK
            Infeksi Saluran Kemih umumnya dibagi dalam dua kategori besar
  1. Infeksi saluran kemih bagian bawah (Uretritis, Sistitis, Prostatitis)
  2. Infeksi saluran kemih bagian atas ( Pielo nefritis akut).
Sistitis akut (Infeksi saluran kemih) dan piolenefritris akut(infeksi pelvik dan interstitium ginjal) adalah infeksi yang paling berperan dalam menimbulkan morbilitas, tapi jarang berakhir dengan gagal ginjal progresif.
Sistitis adalah infeksi infeksi kandung kemih, tempat tersering untuk terjadi infeksi. pielonefritis adalah infeksi pada ginjal tersendiri yang dapat bersifat akut atau kronik.
C. Etiologi
            Organisme penyebab infeksi saluran kemih yang tersering adalah Escherichia coli yang mana menjadi penyebab pada lebih dari 80% kasus. Escherichia coli merupakan penghuni normal colon, organisme tersebut dapat mencapai  kandung kemih melalui uretra. Infeksi dimulai sebagai sistitis pada kandung kemih atau dapat merambat sampai diginjal melalui ureter.
            Kandung kemih dan bagian atas dari uretra biasanya steril, meskipun bakteri dapat ditemukan dibagian bawah uretra. Mekanisme pertahanannya adalah kerja antibakteri  yang dimiliki oleh selaput lender uretra, sifat bakterisidal dari cairan prostat pada pria dan sifat fagositik  epitel kandung kemih.

D. Patofisiologi
            Organisme penyebab penyakit infeksi saluran kemih sewring ditemukan adalah escherchia coli, organisme dapat sampai diginjal melalui aliran darah atau aliran getah bening tapi cara ini jarang terjadi. Pada kebanyakan kasus organisme patogen tersebut dapat mencapai kandung kemih melalui urettra, infeksi dimulai dari sistitis  hanya pada kandung kemih saja dapat pula merambat keatas melaui ureter sampai ke ginjal.
Kateterisasi uretra dan ureter serta sistoskopi sangat sering menyebabkan ISK, pada bayak pasien terutama anak - anak menderita infeksi saluran kemih rekuren dan tampaknya merupakan satu cara bagi organisme untuk memasuki ginjal umumnya diakui bahwa aliran balik dari kemih yang terinfeksi melalui parenkim ginjal mengakibatkan jaringan parut ginjal. Infeksi dimulai dari bagian bawah saluran kemih dapat naik keginjal. Berbagai penyelidikan telah memperlihatkan bahwa medulla ginjal mempunyai sifat yang unik menguntungkan kelangsungan hidup bakteri.
  Peningkatan kerentanan InI tampaknya disebabkan oleh kadar amoniak yang tinggi dan hiperosmolalitas yang mengganggu mekanisme pertahanan hospes seperti migreasi leukosit, pagositosis dan aktifitas komplemen bila berada dalam lingkungan hiperosmotik akan membentuk sferisit atau protoflas dimana mereka menjadi resisten terhadap antibiotika, dan kemudian hari berubah kembali menjadi bentuk asalnya.

E. Manifestasi Klinik
            Tanda-tanda dan gejala yang sering ditemukan antara lain:
  1. Disuria atau nyeri pada waktu berkemih akibat iritasi kandung kemih.
  2. Polikisuria (Peningkatan frekuensi berkemih).
  3. perasaan ingin berkemih.
  4. Adanya sel-sel sdarah putih dalam urin.
  5. Nyeri punggung bawah/ suprapubis.
  6. Demam yang disetai adanya darah dalam urin pada kasus yang parah.
  7. Bau urin yang tidak menyenangkan dan keruh.
  8. Urgensi (tidak miksi).
  9. enuresis nocturnal sekunder (mengompol pada orang dewasa).
  10. Prostatismus (sulit memulai miksi, arusnya kurang deras, berhenti sementara miksi).

F. Diagnostik Test
            Diagnostik pasti ditegakkan dengan kultur organisme melalui urin, terutama dr urin tengah. Sampel ini dikirim ke laboratorium dalam waktu 24 jam dalam lemari es dengan suhu 4 C,bila sulit ambil urin yang pertama kali dikeluarkan pada pagi hari. Aspirasi supra pubik  berguna para bayi dan dewasa dimana pemeriksaan urin porsi tengah tidak menunjukkan hasil.
  1. Hitung kloloni, terdapat sekitar 100.000 koloni /ml urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai Kriteria utama adanya infeksi.
  2. Kultur urin, untuk menginditifikasi adanya organisme spesifik.
  3. Tews stick,untuk mengetahui adanya proteiunuria,hematuria, glukosuria dan PH.
  4. Pemeriksaan mikroskopis, positif bila terdapat piuria   ( > 2000 leukosit / ml)

G.  Masalah Kolaboratif/komplikasi potensial
Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial mencakup:
-      Gagal ginjal berkaitan dengan kerusakan ginjal yang luas
-      Sepsis

H.      Proses Keperawatan
1)      Pengkajian
Riwayat tanda dan gejala urinarius didapatkan dari pasien yang diduga mengalami  infeksi traktus urinarius. Adanya nyeri sering berkemih, urgensi dan hesistancy serta perubahan dalam urin dikaji didekumentasikan dan dilaporkan. pola berkemih pasien dikaji untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya infeksi traktus urinarius. Pengosongan kandung kemih yany tidak teratur, hubungan antara gejala infeksi traktus urinarius dengan hubungan seksual, prakrek kontraseptif, dan hygiene personal dikaji. Pengetahuan pasien tentang resep medikasi antimicrobial dan tindakan pencegahan juga dikaji. Selain itu, urin pasien dikaji dalam hal volume, warna, konsentrasi, keabu-abuan dan baau yang semuanya itu akan beubah dengan adanya bakteri dalam traktus urinarius.

2)      Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keperawatan dapat mencakup yang berikut:
-      Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih, dan struktur traktus urinarius lain.
-      Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih, urgensi dan hesitancy.
-      Kurang pengetahuan tentang factor predisposisi infeksi dan kekambuhan deteklsi dan pencegahan kekambuhan,dan terapi farmakologi.
-      Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyaman nyeri.
-      Ansietas berhubungan dengan  krisis situasional, ancaman pada konsep diri perubahan pada status kesehatan/fungsi peran.

3)      Perencanaan dan implementasi
Tujuan utama dapat mencakup pengurangan nyeri dan ketidaknyamanan; penguarangan sering berkemih, urgenssi dan hesistancy; peningkatan pengetahuan tentang tindakan pencegahan dan modalitas penanganan; tidak adanya komplikasi potensial.

4)      Intervensi keperawatan
§      Nyeri dan ketidaknyamanan berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih,dan struktur traktus urinarius lain.
    Kriteria evaluasi ; Melaporkan nyeri hilang / terkontrol., tampak   rileks, mampu tidur/isterahat dengan tepat.
1.      Kaji nyeri,perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 – 10) lamanya.
Rasional :  Memberikan imformasih untuk memebantu dalam  menentukan pilihan / keefektifan intervensi
2.      Berikan tindakan kenyamanan  dengan pijatang punggung; memebantu pasien melakukan posisi yang nyaman; mendorong menggunakan relaksasi/latihan napas dalam ; aktivitas terapeutik
Rasional :  Meningkatkan relaksasi ,memfokuskan kembali perhatian dan dapat meningkatkan kemanpuan koping.
3.      Dorong menggunakan pemanasaan perineum dan mandi rendam panas
Rasional :  membantu mengurangi ketidaknyamanan dan spasme.
4.      terapi antimicrobial dimulai.A gen antispasmodic
Rasional :  Membantu daalam mengurangi iritabilitas kandung kemih dan nyeri.
§      Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih, urgensi dan hesitancy.
Kriteria evaluasi :Mengurangi frekwensi [sering berkemih], Urgensi, dan Hesistensi.
1.      Dorong pasien untuk minum sebanyak mungkin
Rasional :  untuk mendukung aliran darah renal dan untuk membilas bakteri dari traktus urinarius.Cairan yang dapat mengiritasi kandung kemih (mis : kopi, teh, kola, alcohol) dihindari.
2.      Dorong pasien untuk berkemih tiap 2 – 3 jam dan bila tiba – tiba dirasakan
Rasional :  karena hal ini secara signifikan menurunkan jumlah bakteri   dalam urin, mengurangi status urin dan mencegah kekambuhan infeksi.
3.      Siapkan /dorongan dilakukan perawatan  perineal setiap hari.
Rasional :  Mengurangi resiko kontaminasi / peningkatan infeksi.
4.      Vitamin C,metanamin hipurat (Hiprex), metamin mendelat (Mandelamin)
Rasional : Pengasaman pH kandung kemih memperlambat pertumbhan bakteri
5.      Hindari tanda – tanda penolakan verbal ataupun nonverbal, rasa jijik atau kekecewaan terhadap kegagalan.
Rasional ;  Ekspresi kekecewaan akan menurungkan rasa percaya diri dan tidak membantu dalam mensukseskan program
§      Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyaman nyeri
Kriteria hasil :  Melaporkan perbaikan dalam pola tidur/istirahat, mengunkapkan  peningkatan rasa  sejahtra.
1)    Tentukan kebisaan tidur biasanya dan perubahan yang terjadi
Rasional :  Mengkaji dan mengidetifikasi intervensi yang tepat.
2)    Berikan tempat tidur yang nyaman
Rasional :  Meningkatkan kenyamanan tidur serta dukungan fisiologis/psikologis.
3)   Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur mis, mandi  hangat dan masase,segelas susu hangat.
Rasional :  Meningkatkan efdek relaksasi. Cacatan ; susus mempunyai kualitas sopofik, meningkatkan sintesis serotonin, neurotransmitter yang membantu pasien dan tidur lebih lam.
4)    kurangi kebisingan dan lampu.
Rasional :  Memberikan situasi kondusif untuk tidur
5)    instruksikan tindakan relaksasi
Rasional :  Membantu mengiduksi tidur.
§      Ansitas berhubungan dengan  krisis situasional, ancaman pada konsep diri perubahan pada status kesehatan/fungsi peran.
Kriteria evaluasi : Menunjukkan keterampilan pemecahan masalah dan penggunaan sumber secara efektif. Tampak rileks, dapat tidur/ istirahat dengan tepat.
1)   Kaji tingkat rasa takut pada pasien dan orang terdekat. Perhatikan tanda pengingkaran, defresi atau penyempitan fokus perhatian.
Rasional : Membantu menentukan jenis intervensi yang diperlukan.
2)   Jelaskan prosedur atau asuhan yang diberikan.
Rasional : rasa takut akan ketidaktahuan diperkecil dengan informasi atau pengetahuan, perubahan proses pikir dan tingginya tingkat ansietas dapat menurunkan ketakutan.
3)   Dorong orang terdekat berpartisipasi dalam asuhan sesuai indikasi.
Rasional : Keterlibatan meningkatkan perasaan berbagi, menguatkan perasaan berguna, dan memberikan kesempatan individu dan memperkecil rasa takut atau ketidak tahuan.
4)   Dorong dan beri kesempatan untuk pasien  atau orang terdekat mengajukan pertanyaan dan menyatakan masalah.
Rasional : Membuat perasaan terbuka dan kerjasama dan memberikan informasi yang akan membantu dalam identifikasi/ masalah.
§      kurang pengetahuan tentang factor predisposisi infeksi dan kekambuhan deteklsi dan pencegahan kekambuhan,dan terapi farmakologi.
Kriteria hasil :  Menyatakan pemahaman proses penyakit atau prognosis, Mengamati hubungan tanda atau factor predisposisi penyakitnya, berpartisipasi dalam program pengobatan
1Kaji ulang proses penyakitnya, pengalaman pasien.
Rasional ;  Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan imformasi terapi
2Dorong menyatakan rasa takut/persaan dan perhatian
Rasional :  Membantu pasien mengalami persaan dapat merupakan rehabilitasi vital
3 Berikan Pendidikan pasien
Wanita yang mengalami kekambuhan infeksi traktus urinarius harus menerima rincian instruksi pada poin-poin berikut:
a. Mengurangi konsentrasi paatogen pada orivisium vaginna   melalui tindaakan hygiene.
      • Sering mandi pancuran daripada mandi rendam, karena bakteri dalam air bak dapat masuk keuretra.
      • Bersikan sekeliling perineum dan meatus uretra setiap setelah defekasi[ dengan geraakan dari depan kebelakang.
b.      Minum dengan bebas sejumlah cairan dalaam sehari untuk membilas keluar bakteri, hindari kopi the, kolaa daan alcohol.
c. Berkemih setiap 2 sampai 3 jam seharidan kosongkan kandung kemih dengan sempurnah.Hal ini mencegah distensi kandung kemih yang berlebihan dan gangguan terhadap suplai darah kedinding kandung kemih yang merupakan predisposisi UTI.
d. Jika hubungan sesual merupakan kejadian yang mengawali berkembangnya bakteriurinaria:
·         Segerah berkemih setelah melakukan hubungan seksual.
·         Minum agens antimicrobial dosis tunggal setelah hubungan seksual.
e. Jika bakteri tetap muncul dalam urin, terrapi anti microbial jaangka panjang diperlukan untuk mencegah kolonisasi area periuretral dan kekambuhan infeksi. Medikasi harus diminum setelah pengosongan kandung kemih segeraah sebelum pergi tidur untuk memastikan keadekuatan konsentrasi mediaksi selama periode malam hari.
f.       Jika diresepkan pantau dan lakukan tes urin dip-slide(Mikrostix) terhadap adanya bakteri seperti berikut:
·         Cuci sekeliling meatus uretra beberapa kali, menggunakan waslap yang berbeda.
·         Kumpulkan specimen urin aliran tengah
1.      Angkat slide dari container, celupkan kedalam sample urin, dan kembalikan laagi kedalam container.
2.      Simpan slide pada suhu ruang sesuai dengan petunjuk produk
3.      Baca hasilnya dengan membandingkan slide dengan grafik densitas koloni yang menyertai produk tersebut.
4.      Awali terapi sesuai resep dan selesaikan medikasi.
5.      Beritahu tenaga kesehatan jika terjadi demam atau jika tanda-tanda menetap.
g.      Konsul ketenaga kesehatan secara teratur untuk tindak lanjut, kekambuhan gejaala, atau infeksi non responsive terhadap penanganan.

Pemantauan dan Penatalaksanaan Komplikasi.
 Pengenalan ISK secara dini dan penanganan secara cepat sangat penting untuk mencegah kekambuhan infeksi dan kemungkinan komplikasi seperti gagal ginjal dan sepsis. Tujuan penangannan adalah untuk mencegan ibnfeksi agar tidak berkmbang dan menyebabkan kerusakan renal permanent dan gagal ginjal. Terapi antimicrobial yang tepat, minum aciran dalam jumlah bebas, sering berkemih dan tindkkn hygiene biasanyan dianjurkan dalam rangka penataalaksanaan ISK. Pasien diinstruksikan untuk memberitahukan dokter jika terjadinkelemahan, mual ,muntah atu pruritus. Pemantauan fungsi renal secara berkala (klirens kreatinin, BUN, kadar kreatinin serum) dapat diindikasikan pada pasien yang mengalami ISK berulang. Jika kerusakan renal yang luas terjadi, dialysis mungkin diperlukan.
Pasien ISK terutama yang mengalami infeksi akibat kateterisasi, beresiko tinggi mengalami sepsis oleh bakteri gram negatif. Kateter indwelling harus dihindari, dan jika perlu diangkat sedini mungkin. Namun demikian jika kateter indwelling diperlukan, intrevensi keperawaataan yang spesifik harus dilakukan untuk mencegah infeksi. Hal ini mencakup teknik aseptic yang ketat selama melakukan tindakakn insersi menggunakan kateter berukuran keci jika mungkin; memfiksasi keteter dengan perekat untuk mencegah pergerakan;melakukan inspeksi dengan sering terhadap warna., baud an konsistensi; dengan cermat lakukan perawatan perineal dengan menggunakan air dan sabun setiap hari; dan pertahankan system tertutup ketika mengambil contoh specimen.
Kaji dengan cermat tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran menunjukan adanya sepsis.Kultur darah positif dan peningkatan hitung sel darah putih dilaporkan pada dokter.Terapi antimicrobial yang tepat dan pemberian cairan dalam jumlah besar diresepkan(terapi antimicrobial dan cairan secara intra vena mungkin diperlukan). Pencegahan sepsis merupakan kunci yang segnifikan terhadap laju mortalitas pada sepsis gram negative, terutama pada pasien lansia.

e.         Evaluasi
Hasil yang di harapkan :
1.      memperlihatkan berkurangnya rasa nyeri dan ketidaknyamanan.
a.       melaporkan berkurangnya nyeri, urgency, disuria atau hesistensi pada saat berkemih.
b.      Minum analgesic dan agents antimicrobial sesuai resep.
c.       Minum 8 – 10 gelas air setiap hari.
d.      Berkemih setiap 2 – 3 jam.
e.       Urine yang keluar jernih dan tidak berbuah.
2.      pengetahuan mengenai tindakan pencegahan dan modalitas penanganan yang diresepkan meningkat.
3.      bebas komplikasi.
a.       melaporkan tidak adanya gejala infeksi atau gagal ginjal (mual, muntah, kelemahan, prurius).
b.      Kadar BUN dan kreatinin serum normal, kultur darah dan urine negatife
c.       Memperlihatkan tanda-tanda vital dan suhu yang normal; tidak ada tanda sepsis
d.      Mempertahan haluaran urine yang adekuat (>30 ml/jam).
4.      Klien melaporkan kecemasan mulai berkurang
5.      klien melaporkan pemenuhan istirahat tidur yang cukup
6.